Semarang
merupakan salah satu kota yang memiliki kearifan lokal yang beragam baik kearifan
lokal yang telah lama ada diwariskan dari generasi ke generasi maupun
kearifan lokal yang baru muncul sebagai hasil interaksi dengan
masyarakat dan budaya lain. Keanekaragaman budaya daerah merupakan potensi
sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada
masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan
identitas budaya suatu daerah. Keanekaragamaan merupakan kekayaan intelektual
dan kultural sebagai bagian dari warisan budaya yang perlu dilestarikan.
KEARIFAN LOKAL WARAK NGENDOG
Sumber
: https://www.boombastis.com/warak-ngendog/82201
Beberapa penelitian yang berbicara tentang Semarang banyak berbicara
pada sisi estetika seni dan etnisitasnya.
Misalnya karya Supramono dalam tesisnya Makna Warak Ngendog dalam
Tradisi Ritual Dugderan di Kota Semarang, mengulas lebih pada bagaimana makna
Warak Ngendog ini sebagai karya seni yang memiliki nilai estetik. Sebagai karya
seni, kata Supramono, Warak Ngendog menjadi magnet kesenian yang menghidupkan
dalam tradisi ritual Dugderan. Perbedaan pandangan tentang binatang yang
disebut Warak ini diakui oleh Supramono dalam penelitiannya. Supramono
mengatakan bahwa ada anggapan bahwa Warak ini berasal dari perpaduan beberapa
simbol budaya. Binatang itu berkepala Kilin sebagai lambang binatang paling
berkuasan dan berpengaruh di Cina dan badan Buroq sebagai binatang Nabi
Muhammad saat Isra’ Mi’raj. Ada juga yang berpendapat bahwa Warak berkepala naga,
binatang simbol milik orang Cina dan badan kambing, binatang yang banyak
dimiliki orang pribumi Jawa dan sering digunakan untuk berkorban saat Idul
Adha.
Contoh lain kearifan local yang ada di kota semarang adalah gambang
semarang. Gambang Semarang merupakan kesenian tradisional yang terdiri atas
seni music, vocal, tari, dan lawak. Dalam perkembangannya lagu-lagu Gambang
Semarang menggambarkan kegembiraan dan menyatu dengan tarian. Jenis alat
musiknya seperti bonang, gambang, gong suwuk, kempul, peking, saron, kendang,
dan ketipung.
Kesenian Gambang Semarang merupakan hasil persebaran
budaya Betawi yang berasal dari Jakarta yang dibawa oleh masyarakat betawi yang
bermigrasi dan bermukim di kota Semarang. Alunan musik Gambang Semarang yang
merupakan turunan dari Gambang Kromong ini mirip dengan alunan musik masyarakat
Tionghoa. Gambang Kromong sebagai kesenian Betawi memang sangat lekat dengan
kesenian Tionghoa.
Selain terdiri dari unsur musik, vocal, dan juga
lawak atau lelucon, Gambang Semarang juga dipadukan dengan tarian tradisional.
Di Semarang, kesenian tari seperti gambang Semarang telah ada sejak tahun 1930
dengan bentuk paguyuban yang anggotanya terdiri dari masyarakat pribumi dan
keturunan Tionghoa. Saat ini, gambang Semarang lebih sering muncul atau
ditampilkan pada perayaan-perayaan tertentu seperti Dugderan dan festival seni
budaya lainnya.
Lagu-lagu yang sering ditampilkan dalam pementasan
gambang Semarang diciptakan oleh Oei Yok Sian puluhan tahun silam. Lagu yang
paling sering ditampilkan yaitu Empat Penari dan Malu-Malu Kucing. Berikut
adalah lirik lagu Empat Penari :
Empat penari, kian kemari
Jalan berlenggang, aduh….
Sungguh jenaka, menurut suara
Irama Gambang
Sambil menyanyi, jongkok berdiri
Kaki melintang, aduh….
Langkah gayanya, menurut suara
Irama Gambang
Bersuka ria, gelak tertawa
Semua orang, karena….
Hati tertarik grak grik
Si tukang kendang….
SENI TARI KHAS KOTA SEMARANG
Budaya Tionghoa mendominasi dari garapan tari yang di ciptakan di kota semarang. Beberapa tari khas Kota Semarang yang terinspirasi budaya tionghoa diantaranya Tari Semarangan, Warak Dukder, Denok Semarang, Dukderan, dan terdapat salah satu tari khas kota semarang yang tidak terinspirasi dari budaya tionghoa, yaitu Kuda Lumping
DAFTAR PUSTAKA
R. Njatrijani. (2018). Kearifan Lokal Dalam Perspektif Budaya Kota Semarang. Gema Keadilan
edisi jurnal. vol.
5, no. 1, pp. 25-26.
Cahyono. (2018). Warak Ngendog Dalam Tradisi Dugderan Sebagai
Representasi Identitas
Muslim Urban Di Kota Semarang. Jurnal Theologia. A, Vol 29 No 2. 354-355.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar